Kamis, 22 Maret 2012

WAOSAN BABAD GALUH - KISAH PRABU SILIWANGI

X.02    Pajajaran sepeninggal Prabu Mundingkawati (pupuh XLII.07 – XLII.24)

Tidak diceriterakan perjalanan hidup si kecil Siliwangi, dikisahkan Kidang jejadian mengetahui hilangnya sang Prabu dan mereka pun menjadi marah dengan mengobrak-abrik Pajajaran. Para menak dan kuwu hilang melarikan diri dikejar ketakutan sehingga tidak ada lagi yang mau tinggal di kota. Pemukiman ditinggal pergi hingga keadaannya kosong dan sekarang diisi Kidang dan Menjangan yang bergerombol hilir mudik siang dan malam. Keangkuhannya bagaikan tentara yang telah memenangkan peperangan dan dia yang sekarang menjadi penguasanya. Disitulah awalnya tempat tinggal para menak dan kuwu menjadi seperti kena tulah, mereka takut untuk menyerang karena takut diamuk. Dalam ketakutan mereka semua minggir ke tempat yang jauh-jauh.
Kidang Panawungan dan Menjangan Gumalunggung terus melampiaskan amarahnya mengamuk ke arah barat, menyerang Pakuan Parahyangan. Tempatnya Prabu Sepuh Ciungwanara digempur habis-habisan. Menak Parahiyangan pun menghilang, mereka pergi mengungsi menghindar ke gua-gua dan ke gunung-gunung yang jauh. Tidak ada yang bisa bertindak, semua pergi melarikan diri. Prabu Ciungwanara mengungsi ke tempat sunyi di pertapaannya Ajar Ujung Banaliwung. Di situ dia dilindungi oleh Ki Ajar. Prabu Ciungwanara sudah mengerti bahwa anak cucunya sudah bercerai berai berlarian menyelamatkan diri dari kerusuhan, keadaannya kacau mereka sudah tidak menghiraukan lagi yang membuat keributan. Mereka semua berlarian tidak memikirkan lagi kedudukan. Negara sudah porak poranda dikalahkan oleh Kidang jejadian dan ditempati oleh Kidang menjangan inton-inton.
Dalam keangkuhannya mereka mengusir raja, membalas dendam karena diburu oleh Mundhingkawati. Yang semula memburu sekarang berganti diburu. Kidang Panawungan beserta pengikutnya menguasai di Pakuan Barat yaitu Parahiyangan. Malahan mereka sudah mempunyai anak bernama Kidang Pananjung yang kemudian berubah menjadi manusia. Adapun Manjangan Gumlunggung dengan pengikutnya menguasai wilayah Pajajaran, para kuwu Pakuan sebelah timur. Sedangkan daerah Pajajaran sebelah tenggara sudah dikuasai oleh Kidang Sampati, sebelah baratnya oleh Kidang Panawung, dan sebelah timurnya oleh Manjangan Kumlingking yang sudah menurunkan anak bernama Manjangan Gumaringsing yang berupa manusia.
            Asal muasalnya mengapa waktu itu Kidang Manjangan tertarik berhubungan dengan manusia sebab dimulai pada waktu dahulu oleh Linggahiyang. Sama halnya dengan Kidang Panawungan, akhirnya menjadi manusia. Bilamana manjangan yang di Galunggung suka kepada manusia, maka monyet Cogowang ya sama juga, mereka suka kepada manusia sebab asal-usulnya dari Lutung Kasarung dahulu. Itulah asal muasalnya seperti begitu. Bilamana dikisahkan bahwa pada waktu itu ada penduduk yang berkerabat dengan raja hewan, memang sesungguhnya ada, hal ya menyimpang selamanya.

X.03    Siliwangi diambil Nyi Rara Sigir (pupuh XLII.24 – XLIII.04)
Siliwangi masih kecil dan masih menjadi anak penggembala. Jelek dan kotor, anak kecil yang tidak mengetahui adat istiadat. Tidak lama kemudian dia memperoleh kebahagiaan. Puteri dari menak Sindangkasih yang bernama Nyi Rara Sigir[i] tertarik untuk mengambil si kecil Siliwangi. Anak itu diurus serta dimandikannya sehingga muncul cahaya kebesarannya. Sekarang tampak tanda-tanda bahwa dia adalah keturunan dari bangsawan besar. Gilang-gemilang bersinar cahayanya, memancar keluar sehingga sang Ayu Rara Sigir jatuh cinta kepadanya dan menginginkannya untuk menjadi jodohnya. “Jadikanlah Jaka Siliwangi ini menjadi jodohku, semoga tercapai keinginan hatiku”, begitulah permintaannya.
            Dikisahkan kemudian, pada waktu itu terjadi malapetaka. Ciptaannya Dalem Palimanan bermaksud akan menculik Putri Rara Sigir. Raksesa itu datang menyambar sang putri, namun sang putri Sigir dapat mengelak dan segera ditolong oleh Siliwangi. Dua raksesa itu dilawannya, ditendang hingga raksesa itu jatuh terguling-guling. Ketika itu semua orang di Sindangkasih menyaksikan akan kesaktian Siliwangi. Mereka menduga bahwa anak itu pastinya bukan anak sembarangan, dia telah mampu mengusir kedua raksesa itu. Dengan kejadian itu orang Sindangkasih mulai melihat Siliwangi sebagai seseorang yang tidak bisa diremehkan (bersambung).

Catatan: Nyi Rara Sigir, atau Ambetkasih putri Gedeng Sindangkasih, Cirebon (Sejarah Jawa Barat:54).


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar