PENDAHULUAN
Sebagaimana halnya naskah-naskah yang kami terjemahkan sebelumnya, naskah ini adalah juga hasil alih bahasa dari sebuah babad. Dimana sebagaimana kita ketahui bahwa sebagai sebuah babad peristiwa yang diceriterakan di dalamnya tidak sepenuhnya bernilai sejarah. Hal ini dapat dimengerti karena penulis babad bukan sejarawan, umumnya tulisan mereka tidak berdasarkan prasasti melainkan dari apa yang didengarnya atau catatan yang diturunkan secara turun temurun. Dalam naskah ini terlihat sekali sifat dari sebuah babad yaitu menonjolkan kesaktian dari tokoh yang diceritakan yang berada diatas rata-rata manusia pada umumnya, dan lebih dari itu bagaimana tokoh – tokoh ini juga mempunyai garis keturunan yang lebih dari manusia biasa misalnya pertalian dengan dewa-dewa, mahluk halus dan bahkan dengan binatang, sebagaimana dikisahkan dalam naskah ini.
Sifat lain dari sebuah babad ialah diabaikannya dimensi waktu. Misalnya tokoh yang hidup di abad 14 dikisahkan berguru pada tokoh lainnya yang hidup di abad 12, atau dalam babad ini tokoh-tokoh yang hidup dalam rentang waktu 20 generasi kisahnya ‘diperpendek’ seolah-olah hidup hanya dalam 8 generasi (Dari Ciungwanara hingga Siliwangi, dibandingkan dengan silsilah Manarah hingga Sri Baduga Maharaja, sebagaimana terlihat dalam Bagan - 06).
Babad ini mengisahkan mengenai raja-raja yang berkuasa di Tatar Sunda. Dilihat dari pembagian periode kerajaan-kerajaan di Jawa Barat sebagaimana terlihat dalam Bagan – 01, maka babad ini mengisahkan raja-raja pada periode ke - 3 yaitu periode kerajaan Sunda dan Galuh, dan berakir pada masa Prabu Siliwangi, saat mana Kesultanan Islam Cirebon mulai mengembangkan pengaruhnya.
Nama tokoh-tokoh yang dikisahkan dalam naskah ini.
Urutan nama raja-raja Pajajaran yang tercantum dalam naskah ini sejalan dengan urutan yang tercantum dalam naskah-naskah yang diuraikan dalam naskah-naskah babad lain seperti misalnya naskah Babad Pajajaran, Babad Galuh, Sajarah Galuh, Carita Waruga Guru, juga dalam naskah Wawacan Sajarah Galuh (lihat Bagan-02).
Babad ini mengisahkan raja – raja yang berkuasa di Galuh Pakuan yang dimulai dari Prabu Ciungwanara dan dilanjutkan oleh Dewi Purbasari, Prabu Lingga Hiyang, Prabu Lingga Wesi, Prabu Wastu Kancana, Prabu Susuk Tunggal, Prabu Mundingkawati dan diakhiri oleh Prabu Siliwangi. Dari urutan nama-nama ini jika kita bandingkan dengan nama-nama yang tercantum dalam Naskah Wangsakerta diperoleh kesan bahwa yang menjadi sumber penulisan babad-babad ialah cerita-cerita pantun yang lebih sering menyebut nama ‘julukan’ para raja, bukan nama resminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar