Sabtu, 27 Agustus 2011

NASKAH MERTASINGA - DATUK PARDUN MURID SYEKH LEMABANG

PEMBANGKANGAN DATUK PARDUN MURID SYEKH LEMABANG
(pupuh LXIV.03 - LXIV.12).

Di negara Banakeling, murid Syekh Lemabang yang bernama Datuk Pardun memendam rasa sakit hati dan bermaksud akan mengganggu raja Carbon. Dia memiliki hubungan yang erat dengan para mahluk halus. Keinginan Datuk Pardun untuk membalas dendam itu karena gurunya Syekh Lemabang telah dibunuh oleh orang Carbon. Suatu ketika Panembahan Ratu bermaksud akan mengunjungi Astana (makam). Saat itu Panembahan masih berada di belakang barisan upacara. Dikisahkan ketika kepala iring-iringan upacara sudah sampai di Waringin Jembrak, saat itu Panembahan Ratu masih belum keluar dari keratonnya.
Datuk Pardun berdiri menghadang di tengah jalan dengan bertolak pinggang. Melihat ada orang sakti yang menghadang demikian, maka gempar rombongan itu. Panembahan Ratu menanyakan sebab musabab dari keributan itu. Salah seorang pengawalnya menjawab, "Ada orang yang bertolak pinggang menghalangi perjalanan tuan, walaupun disuruh minggir akan tetapi dia tidak mau dan tetap berdiri di tengah jalan seperti patung besi". Panembahan Ratu segera mengulurkan kerisnya kepada lurahnya. Dengan keris yang berkerangka emas itu Datuk Pardun lalu dilawan sampai akhirnya dia mati ditusuk keris itu. Akan tetapi Datuk Pardun mati dengan badan masih tetap berdiri, hal mana cukup menggemparkan yang ada karena dia nyata-nyata sudah mati. Kiyai Lebe Yusup diserahi tugas untuk menguburkannya, sedangkan Panembahan Aji kemudian meneruskan perjalanannya.
Mayat itu kemudian dikuburkan di sebelah timur jalan, akan tetapi tak lama kemudian mayat itu muncul dan berdiri lagi di tengah jalan, layaknya seperti hantu di siang hari bolong. Dikuburkan lagi, tetapi dia berdiri lagi sambil bertolak pinggang, demikian berlangsung berulang-ulang. Ki Lebe berpikir, "Kita ini seperti mengubur setan saja badan sudah lelah akan tetapi tak ada hasilnya". Mayat itu masih berdiri di jalanan, maka Lebe Yusup segera menyusul tuannya dan memberitahukan mengenai tingkah laku mayat yang seperti siluman itu. Berkata Panembahan Ratu, "Kuburkan saja mayat itu di tengah jalan. Maka mayat itu pun segera dikuburkan sesuai dengan petunjuk Panembahan Ratu..
Lama kelamaan Panembahan Aji berkeinginan untuk setiap Jum'at hadir di Mesjid Agung, seperti kebiasaan dahulu pada waktu jamannya Sinuhun Jati. Pada waktu merayakan Hari Raya Ramadhan Panembahan Ratu melakukan shalat di Mesjid  Agung, sedangkan pada waktu Hari Raya Haji shalatnya dilakukan di Mesjid Astana. Mesjid Astana ini adalah wakaf dari Ratu Krawang dan yang mengurus Mesjid Astana ini bernama Penghulu Krawang.

CATATAN:
Menurut Purwaka Carbon Nagari (hal.280), peristiwa ini terjadi pada tahun 1571, dan sumber lain mengatakan bahwa dia adalah anak dari Syekh Lemabang. Sekarang di depan Pasar Kramat (Gang Kramat, Jl. Siliwangi) terdapat sebuah batu berbentuk Lingga yang konon merupakan peringatan tempat terjadinya peristiwa tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar