Sabtu, 13 Agustus 2011

NASKAH MERTASINGA - PENGANTAR

 


NASKAH MERTASINGA - KATA PENGANTAR

Kata Pengantar dari Sultan Sepuh Kasepuhan,
P.R.A. Dr.H.Maulana Pakuningrat S.H.
Kata Pengantar dari Dr.Uka Tjandrasasmita,
Ahli Sejarah.

Setelah saya pelajari isi naskah yang sudah dialih aksarakan dan dialih bahasakan ini dan saya perbandingkan dengan isi salah satu naskah koleksi Dr. J.L.A.Brandes yang berjudul Babad Tjerbon dengan ulasan isinya serta catatannya, yang kemudian diterbitkan dengan pengantar disertai teks-nya oleh Dr. D.A. Rinkes dalam VBG LIX, 1911, maka naskah yang disebut sdr. Amman N.Wahyu: Sajarah Wali ternyata isinya lebih luas dan masa kesejarahan yang diuraikan lebih kemudian yaitu sampai sekitar akhir abad 19 M., masa wafatnya Sultan Kasepuhan, Sultan Syamsuddin dan penggantinya.
Yang menarik dalam naskah ini ialah mengenai ajaran-ajaran sufisme dan tarekat yang dipelajari oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati disamping juga dicantumkannya silsilah para Wali Sanga. Demikian pula apabila dalam “Babad Tjerbon” koleksi Dr. J.L.A. Brandes tidak diceritakan masalah pemberontakan Bagus Rangin, dan Bagus Serit, maka dalam naskah “Sajarah Wali” dapat kita baca.
Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa yang diuraikan dalam naskah “Sajarah Wali” yang dapat kita bandingkan dengan babad-babad lainnya seperti dalam naskah “Purwaka Caruban Nagari” susunan Pangeran Arya Cerbon tahun 1720, “Negarakertabhumi” susunan Pangeran Wangsakerta yang telah diterbitkan oleh Drs. Atja, Dr. Edy S. Ekajati, Dr. Ayat Rohaedi. Demikian pula dengan naskah-naskah “Sajarah Banten” dan lainnya yang pernah diteliti dan menjadi disertasi Dr. R.A. Hoesein Djajadiningrat di Universiteit Leiden tahun 1913.

Dr. Uka Tjandrasasmita.


Kata Pengantar dari penterjemah:

Naskah ini adalah alih bahasa dari sebuah babad, dimana sebagaimana kita ketahui bahwa sebagai sebuah babad peristiwa yang diceriterakan di dalamnya tidak sepenuhnya bernilai sejarah. Dalam "Ensiklopedi Indonesia" (vol.I:342), dikatakan bahwa "Babad adalah riwayat yang merupakan campuran  antara sejarah, mitos dan kepercayaan. Tidak seperti  sejarah  yang disusun  berdasarkan  bukti-bukti sejarah, di dalam  babad terdapat banyak unsur irasional. Unsur magis dalam babad  ini besar, hal mana dilakukan dalam rangka mengagungkan raja  dan wangsa (dinasti)nya".
Seperti yang kita lihat dalam babad ini, cerita  disusun dalam bentuk seni-sastra, dimana untuk memenuhi kaidah-kaidah atau  syarat-syarat  seni-sastra tersebut  si  penulis  tidak mustahil "terpaksa" harus memasukan kalimat ataupun peristiwa rekaan.  Oleh  karena sifatnya itulah  maka  dikatakan  bahwa karya sastra perlu ditelaah sebelum dapat dipergunakan  sebagai sumber sejarah. Selanjutnya para ahli sejarah  mengatakan bahwa pada masa lalu dapat dikatakan di Indonesia tidak  ada naskah sejarah, dalam arti naskah yang ditulis dengan  tujuan catatan sejarah atau dokumen seperti yang dituntut para pakar sejarah dewasa ini (PSN:108).
Kalau  kita  perhatikan alur penuturan babad  ini,  kita lihat bahwa  pokok penuturannya tidak  terlampau  menyimpang dari catatan peristiwa sejarah yang kita kenal. Untuk itu dimana perlu kami berikan catatan kaki mengenai kaitannya dengan apa-apa yang ditulis  dalam  buku sejarah yang menyangkut  peristiwa  yang diceriterakan dalam babad ini.  Akan  tetapi  terlepas dari masalah  bahwa  kita  harus memilah-milah  mana yang data sejarah dan mana  yang  bukan, mana yang rasionil dan mana yang tidak dalam babad ini,  kami merasakan keindahan dari cerita yang disuguhkan oleh penulis babad ini. Oleh karena itu kami harapkan bahwa  pembaca  pun dapat mengikutinya secara seutuhnya, sebagai  sebuah  babad yang  ditembangkan oleh para pembawa cerita dari generasi  ke generasi.
Amman N. Wahju

2 komentar: